Laman

Minggu, 03 Juli 2011

Pilihan Solar Diesel Common-Rail, Utamakan Tanpa Endapan


JAKARTA - Tunggangan bermesin diesel semakin banyak beredar di tanah air. Tak hanya kendaraan komersial, tetapi sudah merambah hingga SUV, hatchback bahkan sedan premium pun menjadi peminum Solar. Tetapi, penggunanya tak jarang dihadapkan pada pilihan yang membingungkan, Solar seperti apa yang bisa digunakan oleh mobilnya?

Filter Mampat
Teknologi mesin yang semakin canggih, tentu memerlukan kualitas bahan bakar yang sebanding dengan sistem kerja mesin tersebut. Seperti kebutuhan solar yang memiliki tingkat sulfur yang semakin rendah.

"Karena itu, filter solarnya pun memang dirancang memiliki lubang yang lebih rapat ketimbang mesin diesel konvensional," terang Sapono, Service Operation Manager, Plaza Toyota, di Jln Kapten Piere Tendean, Jaksel.

Jadi menurut lelaki yang sejak era 1970'an sudah bergelut dengan mesin dan mobil Toyota itu, tak perlu ada kekhawatiran soal ‘kemampuan' mesinnya merawat diri. "Asalkan perawatan berkala dilakukan dengan disiplin," ujarnya.


Filter Solar
Cukup membahayakan, menurut Sapono bukan dari solarnya, tetapi kebiasaan penggunanya. "Jika tangki kerap dibiarkan isinya kurang dari seperempat isi tangki kemungkinan terjadi kondensasi, sehingga airnya bisa membahayakan plunger," tuturnya.

"Terkadang, meski filter sudah dikuras, tetap menyala lampu peringatan di dasbor," lanjutnya.
Tetapi, untuk menjadi pertimbangan, ada beberapa perbedaan soal tingkat sulfur pada solar. Menurut Tommy Subagdja dari Fakta Jaya Motor di kawasan Karang Anyar, Jakpus. Solar umumnya sekitar 2.000 ppm, sementara bio solar 500 ppm, lantas PertaDex dan Shell 300 ppm.

"Sebaiknya pilih bahan bakar yang kemungkinan menimbulkan endapan sedikit, walau itu pun akan tertahan oleh filter. Filter mampat berarti endapan yang terbawa tertahan masuk ke mesin," urai Sapono. Jika sampai ‘terus' lewat, air atau endapan ini bisa merusak plunger pada pompa solar yang menuju injektor.