Laman

Rabu, 29 Februari 2012

Tips Mobil : Teknologi Sistem Rem Bus, Tidak Mungkin Blong?



Masih berkutat di sistem rem yang belakangan banyak membuat resah pengguna bus, sebenarnya, sistem yang terpasang sudah begitu canggihnya untuk mencegah rem loss dengan sendirinya alias blong. Memang, yang masih menggunakan sistem air over hydraulic atau kombinasi minyak rem dengan udara masih ada potensi. Tapi, versi teranyar yang full air sudah lebih mumpuni loh.

Sudah terbayang dong kalau cara rem fungsinya melambatkan kendaraan, yakni ketika kampas rem ditekan dengan media minyak rem. Nah, pada kendaraan besar macam bus, tekanan yang berlebih pada minyak tentu bisa membuat titik didih minyak rem meningkat tinggi. Efeknya, minyak rem kehilangan kemampuan untuk menekan. "Versi air over hydraulic yakni kampas tetap ditekan dengan minyak rem. Bedanya, udara bertekanan yang digunakan untuk mendorong minyak rem tersebut," urai Roffi Tresmawan, Training Publikasi Dept. PT. Hino Motor Sales Indonesia (HMSI).

Dimensi dan bobot bus yang besar, tentu bikin rem turut bekerja ekstra. Pastinya, kekuatan kaki enggak bakal cukup kalau hanya mengandalkan booster layaknya mobil konvensional. Maka dari itu, pada mesin terdapat kompresor yang berguna untuk membangkitkan udara bertekanan, yang kemudian disimpan dalam tangki khusus.

 Exhaust brake pada Hino gabung dengan tuas wiper, tekan ke arah bawah untuk melambatkan kendaraan

Beda dengan zat cair yang akan menghasilkan tekanan yang sama ke segala arah, udara mempunyai sifat bisa dikompresi. Maka, tangki tersebut menjaga udara tetap di tekanan tertentu agar dapat bekerja. Kerennya rem bus, terdapat juga exhaust brake, yang berfungsi utama sebagai alat bantu untuk melambatkan kecepatan.

"Exhaust brake bekerja dengan cara menutup lubang exhaust, sehingga mesin tidak akan membangkitkan tenaga baru. Kerjanya akan maksimal ketika dipakai, sambil dibantu dengan rem yang terpasang," sambung Roffi lagi. Kalau Hino memasang perangkat ini pada tuas di sisi kiri setir, sedang bus Mercedes-Benz pada tombol di dekat pedal. Kerjanya, tentu masih membutuhkan udara bertekanan untuk menutup exhaust tersebut. Bayangkan betapa besarnya tekanan exhaust yang harus dilawan untuk menutup lubang tersebut. Lebih efektif lagi, ketika mengerem, engine brake juga digunakan.

Nah, kalau full air system, minyak rem sudah ditinggalkan. Gantinya, seluruh sistem pengereman mengandalkan udara bertekanan untuk mendorong kampas rem. Karena bentuk batang pendorongnya seperti huruf S, maka disebut juga S-cam. Awalnya, udara dari kompresor akan disaring, agar air yang terkandung tidak ikut masuk dalam sistem rem. Seandainya masuk pun, air yang terlanjur masuk masih bisa dibuang melalui drain valve yang terdapat di bagian bawah tangki.

 Indikator tekanan udara paling penting, tidak boleh rusak apalagi mati (kiri) - Air over hydraulic masih mengandalkan minyak rem untuk menekan kampas (kanan)

Tekanan udara dalam tangki dijaga oleh gorvernor, lalu nantinya akan diteruskan menuju rem depan ataupun belakang, melalui brake chamber. "Pada bus Hino, tekanan dalam tangki dijaga sebesar 8,5 bar," ungkap pria ramah ini. Tentunya, sebesar apa udara akan mendorong kampas, berdasarkan perintah dari tekanan pada pedal rem. Kebanyakan bus keluaran terbaru sekarang ini, bahkan sistem rem sudah menggunakan bantuan sensor elektronik terkomputerisasi atau ECU (Electronic Control Unit).

Kebalikannya dengan rem parkir. Pada bagian brake chamber terdapat per atau pegas berukuran besar yang mempunyai tekanan besar, berfungsi untuk menekan kampas rem. Kalau pada pengereman normal, udara bertekanan yang tersimpan digunakan untuk mendorong pegas tersebut agar kampas tidak mengerem. Ketika rem parkir diaktifkan, maka tuas justru akan membuang udara pada brake chamber agar rem selalu terkunci dengan tekanan dari pegas tersebut.

Jadi, sebenarnya istilah rem blong pada bus dengan full air system bisa dikatakan sangat kecil terjadi. Kecuali, mekanik atau sistem perawatan masing-masing operator bus tersebut memang sengaja melonggarkan rem parkir. Tujuannya beda-beda, bisa jadi akibat kompresor terlalu lemah untuk menghasilkan tekanan yang diinginkan, atau bisa jadi ada kebocoran pada jalur udara. Kembali lagi, seandainya perawatan yang dikerjakan sudah memenuhi prosedur, pastinya pabrikan sudah membuat sistem yang ada seaman mungkin, tanpa perlu mengorbankan konsumen kan.