Laman

Jumat, 25 Maret 2011

Borneo Equator Expedition Part II, The Human Side


JIP - Ekspedisi off-road tak hanya menyuguhkan pengalaman mengesankan di alam terbuka dan rintangan lumpur, tapi juga kesempatan langka melihat sisi lain kehidupan. Bagian-bagian yang jarang terungkap, terutama ketika kembali dalam rutinitas kehidupan sehari-hari.

Sudah lumrah diketahui kalangan penggemar long distance off-road, bahwa ekspedisi akan mengungkap sifat asli seseorang. Semuanya akan berlangsung secara alamiah. Maka biasanya, off-roader yang memiliki jam terbang tinggi, akan selalu tenang, dan mampu bertindak tepat meski kesulitan melanda.

Di sisi lain, ekspedisi alam terbuka juga menunjukkan kenikmatan-kenikmatan hidup yang tak mungkin dirasakan di alam hutan beton. Pertemanan, kekeluargaan, kerjasama, dan pengalaman petualangan yang akan menjadi cerita turun-temurun ke anak cucu.

Shannon Bushman tak tinggal diam kala rombongan dihadang jalan buntu. Ia termasuk salah satu orang pertama yang menggerakkan sekop demi memuluskan jalan.
Allan McMullen sempat bingung dengan ritual di Kutai Barat ini. Percikan air dari ayam hidup yang dipegang oleh shaman, dan usapan tanda restu dimaksudkan sebagai bekal keselamatan di perjalanan.
Adrijanto dari LRCI, menjalankan rutinitas bongkar tenda Howling Noon-nya setiap pagi.
Breakfast! Aroma daging digoreng mentega menyeruak. Ah, nikmatnya sarapan di alam terbuka. Bucek yang meramu, yang lain siap menerkam dengan perut keroncongan.
Salah satu perahu motor bablas ke pepohonan setelah rudder (sirip kemudinya) patah. Beruntung, selain basah, tak ada yang cidera.
Bertemu rumah penduduk di tengah perjalanan seperti ini ibarat oase di padang pasir. Kesempatan ini langsung dimanfaatkan untuk istirahat, sembari makan siang dengan ‘benar’.
Fred Krijgsman, jurnalis asal Belanda yang juga salah satu penggagas BEE. Fred tak pernah melepas kesempatan memotret penduduk setempat, termasuk beberapa model cilik ini.
Kesepakatan berhenti setiap jam 5 sore terpaksa dilanggar akibat medan berat yang tak terduga. Alhasil, rombongan harus bekerja ekstra, termasuk recovery sampai larut malam.
Beruntung, semut ‘jumbo’ sebesar ini tidak termasuk spesies yang ganas.