Berkaitan dengan kasus yang terjadi di Cipularang beberapa waktu lalu, melibatkan Toyota Avanza yang mengalami kecelakaan di salah satu ruas penghubung Jakarta dan Bandung tersebut.
Dalam hal ini, tentu perlu dipahami karakter yang ada pada tunggangan yang digunakan oleh pengemudinya. Sebelum menggunakan mobil tersebut ada baiknya memahami seluk beluk ‘benda' yang akan digunakan, agar mengerti dan bisa mengemudikan mobil dengan aman dan nyaman.
Berikut akan dibahas beberapa karakter dasar pada Toyota Avanza yang memang menjadi tunggangan dengan populasi berkisar 600 ribu unit di Tanah Air.
Suspensi Standar
Sebagai tunggangan yang disiapkan untuk 7 orang penumpang, tentu Toyota Avanza memiliki karakter tersendiri pada suspensinya. Masih mampu mengayun sempurna dengan beban sesuai payload-nya, juga masih mampu meredam guncangan dan menjaga stabilitas ketika hanya berisi seorang pengemudi sekali pun.
Nah, pada suspensi ini, seperti mobil lainnya terbagi menjadi suspensi depan dan belakang. Di depan, sistem McPherson Strut memang sudah bisa diandalkan dengan karakternya yang relatif cocok dengan MPV maupun sedan.
Sementara belakang, bantingan lembut bisa diciptakan dari per keong dan sokbreker yang terhubung dengan linkage dan gardan rigid sebagai penggerak roda belakang.
Beberapa orang, menyatakan suspensi belakang yang lembut membuat tunggangan tidak stabil. Tetapi ini tentu ada toleransinya. "Justru suspensi belakang lembut memberikan traksi lebih baik ketimbang keras," tutur Taqwa Suryo Swasono dari Garden Speed.
Alasannya, dengan suspensi keras kemungkinan roda terangkat karena bantingan jalan menjadi masalah buat pengendalian. "Pengendalian satu-satunya hanya ada di roda depan, yang terhubung dengan kemudi," katanya. Jadi, bagaimana pun goyangannya mobil akan bisa terjaga ketika pengemudinya mampu memegang setir dengan baik.
"Usahakan memegang setir agar melaju lurus tak perlu bereaksi berlebihan kala terjadi ayunan dari suspensi belakang," katanya. Tetapi, itu dalam kondisi normal tentunya, dengan beban yang masih sesuai dengan payload atau toleransi maksimum daya angkut.
Dengan susunan 7 seater, tentu posisi penumpang akan lebih banyak berada di belakang, ketimbang bobot yang diterima roda depan. Dari sini, karakter suspensi akan menerima beban berbeda.
"Ketika overload, tentu ayunan suspensi akan berada di luar batas kemampuannya, suatu saat ayunannya akan membentur stopper, efeknya bodi akan terdorong ke atas melebihi kemampuan per dan sokbreker untuk menahannya," jelas lelaki yang piawai menyetel suspensi untuk ajang balap itu.
Seperti diungkap di hal. 21, sifat per yang progresif yaitu akan menerima tekanan dan mementalkannya kembali sesuai beban yang diterimanya.
Ketika beban berlebih, maka per akan menerima tekanan ketika tunggangan melewati jalan agak bergelombang, dan dorongan kembalinya pun sebesar tekanan yang diterimanya. Ketika terlalu berat, dorongan ini akan dibantu lagi ketika bump stop mendorong sasis. Tentu saja efeknya adalah ayunan berlebihan. Lewat memahami karakter ini, tentu pengemudinya tak akan memaksakan untuk memberi muatan berlebih ketika bepergian.
Kecelakaan Toyota Avanza G 2010 yang terjadi di tol Cipularang disinyalir berbagai kalangan karena melebihi beban muatan yang ditentukan oleh manufaktur mobil tersebut. Terlebih payload yang disarankan.
Sebelum membahas payload, Anda harus mengetahui curb weight vehicle (CWV) atau berat kosong kendaraan maupun gross weight vehicle (GWV) atau berat kotor kendaraan.
"CWV sendiri bisa diartikan berat dimana kendaraan siap pakai yang di dalamnya sudah termasuk oli, air pendingin, bahan bakar, toolset, aksesori dan ban serep. Tapi belum termasuk orang dan barang," jelas Iwan Abdurrahman, juru bicara Technical Service Division PT Toyota Astra Motor, APM Toyota di Indonesia.
Sementara GVW adalah berat CVW yang sudah dimuati orang dan barang. Sedangkan payload adalah batas beban maksimum yang dibawa oleh mobil tersebut. "Payload bisa ditentukan dari hasil pengurangan GVW dan CVW (GVW-CVW)," ujar Iwan.
Kita ambil contoh Avanza tipe G 1.300 cc manual yang berdasar data spek, CVW = 1.045 kg dan GVW = 1.585 kg. Maka payload Avanza tersebut adalah 540 kg (1.585 kg - 1.045 kg). "Kalau di Toyota, berat satu orang penumpang diilustasikan sekitar 70 kg. Kalau mobil 7 seater berarti sudah 490 kg belum sama barang," imbuhnya.
Coba kita ilustrasikan, satu mobil berisi 10 orang (9 dewasa dan 1 orang anak) seperti mobilnya Saipul Jamil. Artinya kalau dikalkulasi berarti mobil sudah terbebani 700 kg alias lebih beban 160 kg dari yang seharusnya 540 kg.
Nah, apa efeknya jika sebuah mobil melebihi batas maksimal (payload)? Pria yang juga section head EDER 1 ini menjelaskan akan banyak sekali pengaruhnya, terlebih dalam kondisi kecepatan tinggi di jalan bebas hambatan.
Efeknya pertama adalah pengereman. Dengan bobot berlebih, akan cenderung memperjauh jarak pengereman. "Saat mobil ngebut dengan kecepatan tertentu akan timbul gaya inersia/lontar dari mobil. Tentunya semakin berat mobil, semakin besar gaya lontar mobil. Efeknya, orang akan merasa rem tidak pakem ketika bawa muatan berlebih," bebernya.
Kedua adalah soal kestabilan. Untuk kondisi lurus, kata Iwan, mungkin tidak bermasalah, tapi saat jalan belok atau menikung akan terjadi gaya sentrifugal. Semakin berat beban maka makin besar pula gaya sentrifugal keluar.
Maka efeknya ketika muatan banyak, kemungkinan buang ke luar semakin besar. Atau, kemungkinan roll-over semakin tinggi. Terutama untuk mobil yang tinggi plus beban berlebih. "Kalau bannya masih bagus mungkin mobil masih bisa nahan untuk napak. Tapi saat ban gundul dan daya cengkeram kurang maka gejala mobil terangkat besar."
Efek lain ketika mobil tidak stabil adalah steering jadi sulit dikontrol oleh pengemudi. "Makanya kontrol dari pengemudi harus dipahami. Pengemudi seharusnya tahu kalau mobil masih dalam kontrolnya. Mobil dengan beban banyak pasti sudah terasa kok gak enaknya," sahut Iwan. Selain itu, efek dari ketidakstabilan juga limbung.
Ban meletus (9/9) lalu, membuat Avanza yang disupiri Zahra Nur Azizah terbalik
Mesin boleh kencang, bodi pun aerodinamis, tetapi hal paling penting adalah bagaimana tunggangan tetap berada di permukaan jalan. Satu-satunya pendukung hal tersebut adalah di karet bundar alias ban.
Toyota Avanza menggunakan ban berukuran 185/70-R14 (tipe E & G) dan 185/65-R15 (tipe S). Ini tentu memiliki alasan tersendiri. Mulai dari suplai tenaga dari mesin, lantas rasio gigi pada transmisi dan rasio final gear yang kemudian disalurkan ke roda.
Pada Avanza Saipul Jamil, komposisi ban nya ternyata belang antara depan-belakang. Ban depan menggunakan Bridgestone B250 dengan kondisi ketebalan masih 90% baik. Sedangkan ban belakang pakai Dunlop SP10 dengan ketebalan di bawah 50%.
Keduanya menggunakan ukuran yang sama, 185/70-R14, dengan beban maksimum 88S. Indeks 88, artinya beban maksimum 560 kg/ ban dan S menunjukan kecepatan maksimum yang diperbolehkan hingga 180 km/jam.
Namun ada hal-hal lain yang perlu diperhatikan. salah satunya tekanan angin ban, agar dinding ban tetap berada dalam kondisi mendekati normal. Sebab, dinding ban dalam hal ini aspect ratio 65 persen dan 70 % dari lebar telapak ban tersebut tergolong tinggi.
Sementara, lebar tapak ban adalah 185 berarti 185 milimeter. Bayangkan saja, seluruh tunggangan yang berbobot di atas satu ton itu, hanya akan bertumpu pada bagian selebar 18,5 centimeter dengan dikalikan pada sisi lain yang menapak pada permukaan jalan.
Tentu itu dalam kondisi jalanan sangat rata. Ketika permukaan bergelombang, telapak ban akan berubah yang menempel ke aspal. Beban berlebih bisa membuat seolah-olah ban kempes.
Hal ini yang perlu dipahami kembali ketika pengemudinya akan melakukan perjalanan dengan beban cukup banyak. "Ban kempes merupakan penyebab utama ban meletus," tutur Zulpata Zainal, Field Service Engineer PT Bridgestone Tire Indonesia. Sebab dinding ban akan selalu bergerak berlebihan dan menimbulkan panas.