Laman

Minggu, 03 Juli 2011

Alat Diagnosa Sasis, Bisa Meneliti Mobil Eks Tabrakan


JAKARTA - Beli mobil tapi bekas tabrakan? Bisa jadi musibah. Gimana tidak, meski bodi mulus tapi ada saja yang kurang nyaman saat dikendarai. Sebenarnya musibah itu tak perlu terjadi. Karena sudah ada alat pendeteksi sasis mobil labelan Beissbarth Easy 3D. Dengan biaya Rp 100 ribu per mobil, minimal Anda enggak akan membeli barang ekstabrakan.

Alat yang dimiliki bengkel Nawilis di Tanah Abang I, Jakpus ini cukup canggih. “Ini alat tercanggih di Indonesia. Kalau kemarin kita punya alat spooring robotic, nah alat ini lebih canggih lagi. Selain spooring 3D, juga bisa baca chassis alignment,” terang Bambang Setyono, operational manager Nawilis.

Melalui alat ini, dapat mendiagnosa kerusakaan sasis/rangka dan sistem suspensi. Keunggulannya punya 12 camera di sisi kiri dan kanan, 8 camera LED dan 4 camera CCD. “Kameranya ada di tengah sehingga tingkat keakurasiannya lebih tinggi. Karena antarkamera dengan reflektor dekat,” jelasnya.


Wheelbase different bisa menunjukan sasis bengkok kiri atau kanan
Alat yang diimpor dari Jerman ini membaca beberapa parameter dalam deteksi sasis. Contoh side (lateral) offset, axle offset, set back, whellbase difference dan track width difference.

Side (lateral) offset, terjadi pergeseran titik tengah roda belakang terhadap titik tengah roda depan. Setelah ditabrak/menabrak, meski kondisi sasis bagus (masih persegi empat), tapi posisinya miring.

“Kalau di-spooring bannya sih bisa diluruskan, tapi bannya saja yang lurus, sasisnya tetap miring. Sehingga akan mengalami kestabilan berkurang karena titik poros sudah berubah,” kata Bambang.

Sementara axle offset, berarti titik tengah axle (gardan) depan dan belakang mengalami pergeseran (menyamping atau tidak lurus). Biasanya gardannya miring tapi bannya tetap lurus. Pengaruhnya, saat belok kanan dan kirinya enggak singkron. Alias, akan ngesot.


Posisi camera di tengah, akurasi data lebih tinggi
Lalu, getaran ke bodi pun tinggi sebab posisi gardan tak center dengan joint as.

“Biasanya ada mobil ditabrak dari belakang, rangka belakangnya jadi mengecil dari depan (kuncup). Di jalan jadi limbung dan kalau zig-zag atau nikung jadi kayak understeering,” imbuhnya.

Parameter set back (mirip dengan caster) bisa deteksi tabrak samping. Biasanya kalau ditabrak samping, maka caster dan porosnya mundur. Otomatis jadi offset, kalau terlalu besar berpengaruh ke sudut belok. Kalau belok ke sisi yang ditabrak jadi terasa cepat (responsif).

Sedangkan belok berlawan jadi kurang responsif. “Jadi set back mirip caster. Kalau caster dilihat dari dudukan sokbreker, sedang set back dari poros. Bahayanya kalau kecepatan tinggi, mau belok jadi terlambat,” kata Bambang.

Kalau wheelbase difference (WD) bisa diartikan jarak antara sumbu roda kanan dan sumbu roda kiri berubah; WD negatif atau positif. Hampir sama kejadiannya dengan set back, tapi WD dua-duanya (gardan depan dan belakang).

Misalkan sasis kirinya bengkok, berarti jarak antara axle depan dan belakang berubah dan akan terdata sebagai WD negatif. “Semua itu bisa diperbaiki dengan spooring. Tapi kalau gak bisa disetel lagi, harus ke bengkel lain yang dapat memperbaiki sasis,” tegas Bambang.